Selasa, 10 September 2013

[Indonesian] [Orific] Primordial (Chapter 1-4)

Karakter yang muncul di cerita ini adalah fiksi dan tidak nyata, kesamaan nama adalah murni kebetulan dan tanpa kesengajaan dari pihak penulis.


Title: Primordial


Chapter 1 part 4

Aku hanya duduk terpaku, membayangkan bagaimana kematianku akan terlihat dari sudut pandang yang lain. Tanpa pandangan yang jelas, hampir mustahil aku bisa selamat. Imajinasiku terus membayangkan bagaimana orang-orang terdekatku akan bereaksi ketika aku ditemukan mati di kereta ini.

Heh, apa sih yang kukatakan?

Tidak ada yang akan tahu mengenai pembunuhan ini kecuali si kondektur. Saluran pembuangan itu pasti penuh dengan mayat korban. Cuma tuhan yang tahu kapan mereka mengalami nasib naas berurusan dengan si maniak. Pernah terlintas dipikiranku rencana lain seandainya aku tak bisa menang melawan pria itu; mudah saja, aku tinggal meng-upload foto-foto di sekitar ruangan ke forum internet, pastinya foto-foto tersebut kuambil waktu dia sedang lengah, sedikit merendahkan harga diriku dengan meminta diampuni tidak masalah, terminal-ku termasuk kategori ukuran kecil, jadi sangat mungkin dia tak menyadari sebelum aku berhasil meng-upload.

Misalnya aku benar akan mati pun, tak akan sia-sia. Seseorang akan membongkar semua ini. Hal terberat bagiku adalah meninggalkan Nadia. Aku tidak tahan melihat wajahnya yang sedang bersedih.

“Berhenti disitu!”

Langkah kakinya berhenti, walaupun aku masih mendengar suara gergaji mesin setengah meter dari tempatku duduk.

“Y-Yang mulia! Apa yang baginda lakukan disini?” gergaji dimatikan.

Ada cahaya merah yang sangat terang di penglihatanku. Sebuah...tidak, seorang manusia dari bentuknya.

“Hermann, kau tahu aku sudah mencopotmu dari posisi seorang Purger,” wanita itu berkata.

Tidak ada jawaban dari Hermann.


 “Sudah terlalu lama kau mengabaikan aturan yang kita buat bersama,” derap kaki si wanita begitu lembut di telinga hingga aku akan terkejut bila dia memakai sepatu.

Aku mencoba berdiri untuk melihat cahaya itu lebih jelas. Pancarannya sangat terang tetapi juga sangat hangat, layaknya matahari pagi.

“Tapi aku hanya menjalankan tugasku seperti biasanya baginda,”

“Pernahkah kau mendengarkan orang lain, Hermann?” balas si wanita dengan nada sedikit kasar.

“Sistem sudah direvisi berbulan-bulan yang lalu, kami sudah memberitahumu,”

Aku mendengar seseorang memukul jendela gerbong, mungkin Hermann.

“Maaf baginda, tapi berikanlah hamba waktu untuk menghapus yang satu ini,”

“Tidak bisa,”

Menghapus? Ah, maksudnya membunuh kan?

“Bocah ini melanggar peraturan berkewarganegaraan, baginda, tolong pertimbangkan,”

“Kau tahu dia seorang vessel?”

Hermann terdiam, entah karena ketidaktahuan atau ketakutan.

“Attis sudah resmi mengklaimnya,”

“Attis? Dia vessel dari Attis? Bukankah ini membuatnya harus dihapus, baginda??”

“Sama sekali tidak,”

Percakapan ini membuatku muak. Aku harus tahu siapa mereka, dan apa yang mereka bicarakan. Kalau benar mereka mempunyai konflik, aku dapat menggunakannya untuk meningkatkan kemungkinanku untuk selamat.

Aku tidak peduli bila dia seorang wanita, kesempatan seperti ini tidak mungkin datang dua kali.

0 komentar:

Posting Komentar